Tahun
1959
Korsel
menyambut sinar sang surya ketika gorden jendela kamarnya terbuka. Ia
menghirup udara perlahan, lalu menghembuskannya.
Matahari kala ini sangat indah, sungguh, tetapi ketika
Korsel menajamkan matanya…
Ada
pandangan
itu, dan ada orang itu.
Ya,
Korut. Saudara kembarnya yang sangat antisosial. Jangankan bergaul
dengan negara
lain, hubungan di antara mereka sebagai saudara kembar saja kalau
dihitung secara matematika bisa mencapai minus tak terhingga.
Korsel
masih ingat, beberapa hari yang lalu ada paket pos datang ke rumah
mereka. Sebuah paket besar seukuran kulkas dua pintu yang ditujukan
untuk Korut. Dan apa kalian tahu paket itu dari siapa? Rusia, lelaki
berwajah dingin yang rumahnya hanya berjarak satu bangunan dari rumah
mereka. Mendengar namanya saja Korsel sudah bergidik dan firasat
buruknya bertambah besar ketika Korut membuka paket itu. Sebuah mini
rudal dengan lambang NC pada dasar badannya.
Hanya
satu ide yang terlintas di pikiran Korsel saat itu; Rusia memberi
Korut rudal nuklir. Pikiran itu semakin yakin dipahami Korsel ketika
ia menanyakan langsung pada Korut dan saudara kembarnya itu hanya
membalas dengan senyuman picik yang sangat dibencinya juga saat ia
melirik buku panduan rudal itu yang bertuliskan “NuClear”
kepanjangan dari NC
“Series
9559,”
ucap Korut mengagetkan Korsel yang tadinya sedang melamun di meja
makan.
“Series
9559?
Apa itu?” Korsel mengerutkan alisnya.
“Tunggu
tanggal mainnya. Aku tidak akan kalah dengan Amerika,” jawab Korut
seraya membawa rudal mini-nya masuk ke dalam kamar meninggalkan
Korsel yang mulai meramu khayalan-khayalan mengerikan yang mungkin
akan terjadi dalam skenario terburuk.
***
Tahun
1970
Korsel
hanya bisa mengerutkan alisnya ketika meneliti kandungan mini rudal
yang beberapa hari lalu ia dapatkan dari tetangganya, Cina. Sebelas
tahun setelah saudara kembarnya, Korut, memperoleh mini rudal
pertamanya baru sekarang Korsel bisa membeli mainan penuh resiko itu.
Ketinggalan? Ya, memang. Tetapi itu lebih baik dari pada terus
dihantui rasa ngeri atas ancaman tersirat Korut yang bisa meluncurkan
rudal NC –yang
sekarang mungkin telah berkembang daya ledaknya- kapan
saja.
Mengenai
Series
9559,
Korsel akhirnya tahu kalau itu adalah nama perjanjian yang disepakati
Rusia dan Korut. Perjanjian mengenai bantuan alat, pendidikan, dan
dana meneliti NC.
“Jadi
kamu membeli barang yang sama denganku?” komentar Korut. Matanya
menatap sinis mini rudal milik Korsel.
“Hm,
ya. Hanya untuk berjaga-jaga,” jawab Korsel. Sebenarnya ia ingin
menambahkan berjaga-jaga
darimu yang bisa membunuhku kapan saja, tetapi
ia urungkan mengingat Korut adalah pribadi yang bila emosinya disulut
akan melakukan hal-hal bodoh yang bisa merugikan dunia.
Korut
melirik kertas berisi tabel dan kurva rumit yang tak dimengerti
Korsel. Seperti memahami sesuatu ia menjentikkan jarinya dan
tersenyum sinis pada Korsel.
“Sampai
kapanpun NC milikmu tidak akan melebihi daya ledak milikku.”
Kalimat
itu bagai memperjelas argumentasi-argumentasi yang selama ini
bergolak di pikiran Korsel, setidaknya bagi Korsel sendiri. Lelaki
berpupil cokelat itu segera mengambil pager-nya
lalu menuliskan pikirannya yang akan tersampaikan pada
tetangga-tetangganya.
***
Tahun
1975
Perancis
menarik-ulur kabel teleponnya. Jemarinya sesekali menari pada
angka-angka yang tertera melingkar di badan telepon tembaga itu, lalu
kemudian akhirnya memutar ulang untuk membatalkan niatnya menelpon
seseorang yang baru dikenalnya tak lama ini.
Matanya
melirik pada foto yang terbingkai rapi di dinding. Gerboise
Bleue.
Nuklir pertamanya yang ia luncurkan 15 tahun lalu pada perang
Algeria. Ia tidak bisa melupakan sensasi puasnya saat rudal berisi
cairan pemusnah itu meluncur ke langit hingga rudal bermassa 70
kiloton itu sukses meluluhlantakkan Gurun Algeria.
“Batalkan
bantuan nuklirmu pada Korsel!”
“Iya,
iya. Memang kenapa sih? Korsel kan tidak seberbahaya Korut.”
Perancis mengangkat gagang teleponnya, matanya melirik Amerika yang
sedang menyeruput teh di sofa berwarna emas.
“Bukan
masalah Korsel berbahaya atau tidak…” Amerika bangkit dari sofa
empuk itu. “Yang aku khawatirkan jika suatu saat nanti perselisihan
antara Korsel dan Korut memanas maka kedua negara itu akan berperang
dengan nuklir mereka,” sambungnya serius.
“Dan
juga sudah cukup hanya 5 negara saja yang boleh mengembangkan
nuklir.” Kali ini Britania angkat bicara setelah memilih bungkan
beberapa waktu ini. Ia menyerahkan sebuah dokumen pada Amerika,
dokumen berisi tanda tangan dan perjanjian yang telah beberapa negara
setujui.
“Non-Proliferation
Treaty?”
tanya Perancis.
Britania
mengangguk. “Suruh Korsel datang ke sini sekarang. Kita akan
membujuknya untuk menandatangani NPT,” ucapnya kemudian.
***
Non-Proliferation
Treaty (NPT)
adalah perjanjian yang berisi kesepakatan untuk membatasi kepemilikan
senjata nuklir dan penggunaannya hanya untuk tujuan perdamaian. Ide
perjanjian tersebut pertama kali dicetuskan oleh Irlandia dan pertama
kali diratifikasi oleh Finlandia.
“Apa
aku harus menandatangani ini?” tanya Korsel heran saat Amerika
menyodorkan sebuah dokumen dan proposal NPT.
“Iya,
hal ini demi kebaikan kita semua,” jawabnya tegas.
“Walaupun
aku baru saja memiliki NC? Aku tidak seberbahaya itu.” Korsel
menjawabnya dengan sinis. Ia tidak habis pikir kenapa tiga negara
besar ini sampai rela mengundangnya ke rumah Amerika. Setaunya, rumah
Amerika hanya sering dimasuki oleh negara-negara penting dan besar.
“NC
atau nuklir macam apapun, baru atau lama, kita harus menyepakati
perjanjian ini. Dan juga aku tidak akan lagi membantumu dalam
mengembangkan NC,” ucap Perancis.
Korsel
menghela napasnya. “Baiklah, kalau begitu aku berhenti meneliti dan
mengembangkan NC,” ucapnya lalu menggoreskan tanda tangannya pada
selembar kertas putih yang mereka sebut sebagai dokumen pemelihara
perdamaian.
“Kau
yakin ingin berhenti menelitinya?” tanya Perancis.
Korsel
mengangguk mantap sambil menyerahkan dokumen itu kembali pada Amerika
yang juga agak kaget dengan pernyataan Korsel.
***
Tahun
2003
Amerika,
Jepang, Britania dan Korsel ternganga.
“Aku
mengundurkan diri dari NPT,” ulang Korut sekali lagi, untuk
meyakinkan mereka.
“K-kenapa?!”
tanya Amerika.
“Aku
tidak suka dibatasi oleh negara lain,” Korut merobek dokumen yang
pada 1985 ia tanda tangani, membuat bungkam saudara kembar dan tiga
negara besar itu.
***
Tahun
2006
Hari
ini adalah hari terpenting kedua bagi Korut setelah hari ulang
tahunnya. Rudal NC yang telah ia kembangkan sejak berpuluh-puluh
tahun lalu, akhirnya hari ini akan meluncur menembus langit dalam uji
coba ledakan. Perasaan bangga memenuhi dadanya, akhirnya ia bisa
membuktikan bahwa dirinya tidak patut untuk diremehkan oleh para
negara barat.
Beep..
beep…
Korut
merangkai kalimat dalam pesan singkat di ponselnya.
Klik…
Terkirim.
***
Cina
berlari dari dapur ke kamarnya ketika mendengar lagu Gong
Ji’ou menggema
dari ponselnya. Tangannya menggapai ponsel yang ia letakkan dia atas
meja kerjanya dan menggerakkan jemari untuk membuka pesan singkat
dari seorang teman yang telah lama dikenalnya.
“Hah?”
Kelopak mata Cina berkedip dengan cepat. Ia seperti tidak percaya
akan apa yang dibacanya. Ia membacanya pesan singkat itu sekali
lagi.. kali ini keringat dingin mengalir di dahinya.
Lelaki
berpupil gelap itu segera mengambil buku kecil dari laci mejanya. Ia
membuka lembaran demi lemabaran kertas dengan terburu-buru hingga
menemukan sebuah goresan nomor telepon.
“01-201-23..”
Tuuuut….
Tersambung.
“Halo,
Amerika?”
***
Amerika,
Jepang, Britania dan Korsel berkumpul di rumah Rusia setelah setengah
jam yang lalu Amerika mendapat telepon dari Cina yang memberitahukan
jika Korut akan menguji NC-nya hari ini, tepatnya pukul 9 pagi.
“Korut
tidak mengatakan apapun padaku tentang uji ini,” kata Rusia.
“Kamu
benar-benar tidak tahu kemana Korut akan meluncurkan NC-nya?”
Korsel
menggeleng menanggapi pertanyaan Jepang. “Hubunganku dengan Korut
sangat buruk.” Ia menekankan pada kalimat ‘sangat buruk’.
“Ini
akan jadi masalah besar jika NC yang diluncurkan Korut bermassa
besar.” Britania mengutak-atik ponselnya. “Tapi kupikir massa-nya
tidak akan lebih dari 5 kiloton,” sambungnya kemudian.
“Apalagi
setelah Series
9559
berakhir, aku tidak pernah campur tangan lagi dalam pengembangannya,”
ungkap Rusia.
Grrrrrrhhhhh….
Suara
gemuruh itu membuat Amerika, Jepang, Korsel, Britania dan Rusia
saling memandang satu sama lain. Setelah itu Amerika memandang keluar
jendela dan menemukan sebuah rudal berwarna baja meluncur membelah
putihnya awan.
“Sudah
mulai, huh?” Amerika dan Britania bergegas mengambil jas mereka
dari ruang penyimpanan pakaian tamu milik Rusia.
“Aku
tidak tahu apa yang bisa kita lakukan, tapi setidaknya kita harus
menemui Korut sekarang dan memintanya menjelaskan apa motif dari uji
ini.” Korsel mengikuti Amerika dan Britania yang telah berjalan
keluar dari rumah Rusia.
“Benar.
Toh,
kalau dia punya motif berbahaya hal itu akan mengancam keamanan kita
yang rumahnya berdekatan dengan Korut,” susul Jepang.
Tinggal
Rusia sendiri, menatapi rudal NC yang dulu ia berikan pada Korut
telah meluncur ke langit. Ia mengambil ponselnya dari dalam saku
celana, lalu menekan tombol ‘panggil’ saat barisan nomor muncul
di layar ponselnya.
“Cina?
Kamu juga lihat? Ya, sekarang Amerika, Jepang, Korsel dan Britania
sedang menuju ke sana. Aku? Hm, mungkin sebentar la-.”
Terputus.
Rusia
berdecih lalu mengambil topi-nya dan bergegas menyusul keempat
temannya yang telah pergi terlebih dahulu. Ia berusaha menelpon Korut
namun tidak tersambung karena Korut mungkin mematikan ponselnya, atau
mungkin karena jaringan yang terganggu akibat rudal NC.
“Apakah
ini jalan yang kamu pilih, Korut?”***
0 komentar:
Posting Komentar