Minggu, 20 Februari 2011

Cokelat untuk Ayah

By : Anggi "BeenBin" Widyastuti


             Kau mengepalkan tanganmu sambil berdecih meremehkan. Kau sedang berargumen dengan Ayahmu, karena nilai try out mu yang bisa dibilang sangat buruk. Kau telah berteriak menyatakan bahwa kau sudah mengerahkan seluruh usahamu dalam try out itu, tetapi Ayahmu tidak mendengarkannya dan mulai membandingkanmu dengan apa yang telah diraih oleh kakakmu.
            “Aku bukan Kak Gita! Aku tidak sepintar dia!”
            “Karena itu kau seharusnya belajar dari kakakmu, Rani!”
            “Ah, terserah apa kata Ayah, aku tidak perduli!!”
BLAM!
Kau membanting daun pintu kamar Ayahmu, keluar dari ruangan sederhana itu dan meninggalkan Ayahmu bersama kursi rodanya. Kesal. Itu yang kau rasakan, semua orang tahu jika sekarang Februari, mendekati hari valentine yang ditunggu-tunggu tetapi ternyata sekolahmu mengadakan try out tepat seminggu sebelum hari H nya. Tidak hanya itu, sekolahmu juga mengumumkan hasilnya tepat sehari sebelum tanggal 14 dan menghancurkan mood mu untuk merayakan valentine.
“Sial, kenapa sih try out nya harus sekarang? Kenapa ngga pas akhir bulan aja!” protesmu sambil menghempaskan tubuhmu ke atas kasur. Kau membuka ponselmu dan memeriksa jika ada pesan atau telepon yang masuk dari Gio, pacarmu. Sekarang ini kau hanya berharap sebuah kata dari Gio untuk  menenangkanmu, tetapi ternyata pemuda yang telah kau pacari selama dua bulan itu sama sekali tidak menghubungi sama sekali hari ini.
Kau mencoba untuk tidak menghiraukan masalah itu dan setelah bergelut dengan guling kesayangmu kau memutuskan untuk mulai membuat cokelat untuk Gio.
***
Kedua kakimu terasa kelu ketika kau berdiri di balik pohon besar belakang sekolah. Beberapa menit yang lalu senyuman manis masih terhias di wajahmu, tetapi sekarang yang ada di wajahmu hanyalah gurat tidak percaya dan kecewa. Matamu membulat dan mulutmu terbuka, pemandangan yang tersaji di depanmu itu sungguh tidak bisa dinalar. Kau melihat Gio bergandengan tangan dengan gadis lain, tepat di hari valentine, dimana seharusnya kau dan Gio berbagi kasih sayang yang lebih dari hari biasanya.
Terpuruk. Itulah yang kau rasakan. Kau menyeka air matamu dan segera berlari menjauh dari tempat kutukan itu. Sesampainya di rumah kau masuk dengan membanting daun pintu rumahmu dan ketika melewati tong sampah di samping lemari sepatu kau langsung melempar cokelat yang menghabiskan waktu tiga jam bagimu untuk membuatnya ke sana, membiarkannya tercampur dengan bungkus mie instant dan sebuah botol kecap kosong lalu langsung mengurung diri di dalam kamarmu.
***
Beberapa jam kemudian, ketika kau membuka pintu kamarmu kau dikejutkan dengan apa yang kau lihat. Dengan perlahan kau menutup pintu kamarmu dan melangkah mendekati Ayahmu yang sedang memakan cokelat yang tadi kau buang. Kau tidak percaya, Ayahmu bukanlah seseorang yang akan memakan makanan yang sembarangan, kau hapal itu karena kau yang sering memasakkan makanan yang kau pikir sehat untuknya. Dan ketika itu juga kau ingat, setelah pertengkaranmu kemarin kau sama sekali tidak berbiacara pada Ayahmu.
“Ayah..” suaramu bergetar saat mengucapkannya. Ayahmu berpaling dan dengan cokelat buatanmu di pangkuannya Ayahmu tersenyum.
“Cokelatnya enak,” komentar Ayahmu, padahal kau tidak menanyakannya.
Kau semakin mendekati Ayahmu dan menunduk mensejajarkan dengan kursi rodanya. Hanya ada satu hal yang ingin kau tanyakan pada Ayahmu saat ini. “Kenapa Ayah memakannya? Itu kan sudah aku buang ke tong sampah.”
“Cokelat yang dibuat dengan sepenuh hati tidak pantas bertengger di sana, lebih baik Ayah yang memakannya.”
                Jawaban itu membuatmu tertegun. Rasanya kau ingin menangis sekarang. Menangis dan memohon ampun atas kata-kata yang tidak pantas kau ucapkan kemarin. Akhirnya, kau tersenyum dan sambil mendorong kursi roda Ayahmu ke ruang keluarga kau berkata,

            “Kalau Ayah mau, aku akan buatkan cokelat yang jauh lebih enak dari itu dan sebanyak apapun yang Ayah minta”.

 F I N

0 komentar:

Posting Komentar

 

A D.I.Y. Blogger Template by Sommerfugl Design